Senin, 21 Maret 2011

TERAPI OKSIGEN



 
PENDAHULUAN
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.

Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.

Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.

PROSES RESPIRASI
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.

Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu :
(1)     1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi O2” (SaO2),
(2)     0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg. 
Kedua ’bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content” (CaO2) dengan formulasi:
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen Delivery” (DO2) dengan rumus :
DO2 = (10 x CaO2) x CO
Dimana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung). CO ini sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah dengan menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah :
DO2 = (10 x CaO2) x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan  sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandurngan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut :
VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.


VENTILASI ALVEOLAR
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.

Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s Spirometer”. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai “Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu :
(1)     Anatomic Dead Space,
(2)     Alveolar Dead Space,
(3)     Physiologic Dead Space.

Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.
Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.

Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR

Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).


TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah
(1)     untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah,
(2)     untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :
(1)     Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol,
(2)     Tidak terjadi penumpukan CO2,
(3)     Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah,
(4)     Efisien dan ekonomis,
(5)     Nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2ini adalah sebagai berikut :
(1)     Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
(2)     Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
(3)     Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada
klien dengan gejala :
(1)     sianosis,
(2)     hipovolemi,
(3)     perdarahan,
(4)     anemia berat,
(5)     keracunan CO,
(6)     asidosis,
(7)     selama dan sesudah pembedahan,
(8)     klien dengan keadaan tidak sadar.


METODE PEMBERIAN O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
(1)     Sistem Aliran Rendah
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.

Contoh system aliran rendah ini adalah : (1) kateter nasal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.






Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
1.        Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
§           Keuntungan
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
§           Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
2.        Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.
§           Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
§           Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.
3.        Sungkup muka sederhana
Merupakan alat  pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%.
§           Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
§           Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
4.        Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt
§           Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
§           Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
5.        Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehnik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
§           Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
§           Kerugian
Kantong  O2 bisa terlipat.

(2)     Sistem Aliran Tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. 

Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
§           Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2
§           Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.


BAHAYA BAHAYA PEMBERIAN OKSIGEN
Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan
efek merugikan, antara lain :
(1)     Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klien dengan terapi pemberian O2 harus menghindari : Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
(2)     Depresi Ventilasi 
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi
(3)     Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak  struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu.


ASUHAN KEPERAWATAN
Terapi O2 merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif  yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Oleh karena itu maka langkah pertama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian.

Pengkajian ini ditujukan kepada keluhan-keluhan klien serta hasil pemeriksaan baik yang sifatnya pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan diagnostik yang berkaitan dengan system pernafasan serta system lain yang terlibat. Pengkajian keperawatan dapat dilakukan dengan metode wawancara  yang berkaitan dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2. metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan. Data yang didapa dapat berupa kecepatan, iram dan kedalam pernafasan, usaha nafas, sianosis, berkeringat, peningkatan suhu tubuh, abnormalitas sistem pernafasa serta
kardiovaskular. Selanjutnya data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan
penunjang seperti gasa darah asteri seerta pememriksaan diagnostik foto torak.


Tahap beikutnya adalah perumusan diagnosa keperawatan yang berorientasi kepada pada yang dirasakan oleh klien. Diagnosa ini dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian yang disebutkan diatas

Berdasarkan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dirumuskan maka disusunlah intervensi keperawatan (Rencana Tindakan) yang bertujuan untuk “Problem Solving” (penyelesaian masalah) klien.

Rencana ini selajutnya ditindak lanjuti atau di”Implementasi” dan pada akhirnya akan di”Evaluasi” sejauhmana tindakan dapat mencapai tujuan sehingga tindakan dapat dilajutkan, dimodifikasi atau diganti.


KESIMPULAN

Terapi O2 merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan     pemenuhan    oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O2 merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.


DAFTAR PUSTAKA :

Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ;  Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta, 2001

Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999

Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 1999

Engram, Barbara.     Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999

Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996

Potter, Patricia A. Perry, Anne G.   Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997

Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ;  The Art and Science of Nursing Care, Lipincott, Philadelphia, 1997

……………,  Dasar Dasar Keperawatan Kardiotarasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita”, Jakarta 1993
















TANGGUNG JAWAB (RESPONSIBILITY) DAN TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY) PERAWAT DALAM SUDUT PANDANG ETIK




TANGGUNG JAWAB (RESPONSIBILITY)
Pengertian Responsibility (Barbara kozier dalam Fundamental of nursing 1983:25)
Responsibility  means  :  Reliability  and  thrustworthiness.  This  attribute  indicates  that  the professional  nurse  carries  out  required  nursing  activities  conscientiously  and  that  nurse’s actions are honestly reported (Koziers, 1983:25)

Tanggung  jawab  perawat  berarti  keadaan  yang  dapat  dipercaya  dan  terpercaya.  Sebutan  ini menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat  dilaporkan  secara  jujur.  Klien  merasa  yakin  bahwa  perawat  bertanggung  jawab  dan memiliki  kemampuan,  pengetahuan  dan  keahlian  yang  relevan  dengan  disiplin  ilmunya. Kepercayaan  tumbuh  dalam  diri  klien,  karena  kecemasan akan  muncul  bila  klien  merasa  tidak yakin  bahwa  perawat  yang  merawatnya  kurang  terampil,  pendidikannya  tidak  memadai  dan kurang  berpengalaman.  Klien  tidak  yakin  bahwa  perawat  memiliki  integritas  dalam  sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi.

Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung jawabnya :
§           Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset)
Contoh : “Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan mengganti balutan atau mengganti spreinya”.
§           Bila  perawat  terpaksa  menunda  pelayanan,  maka  perawat  bersedia  memberikan penjelasan  dengan  ramah  kepada  kliennya  (explanantion  about  the  delay).  
Misalnya  ; “Mohon  maaf  pak  saya  memprioritaskan  dulu  klien  yang  gawat  dan  darurat  sehingga harus meninggalkan bapak sejenak”.
§           Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect)  yang ditunjukkan dengan perilaku perawat. misalnya mengucapkan salam, tersenyum, membungkuk, bersalaman dsb.  
§           Berbicara  dengan  klien  yang  berorientasi  pada  perasaan  klien  (subjects  the  patiens desires)  bukan  pada  kepentingan  atau  keinginan  perawat.
misalnya  “Coba  ibu  jelaskan bagaimana  perasaan  ibu  saat  ini”.  Sedangkan  apabila  perawat  berorientasi  pada kepentingan  perawat  ; “  Apakah  bapak  tidak  paham  bahwa  pekerjaan  saya  itu  banyak, dari pagi sampai siang, mohon pengertiannya pak, jangan mau dilayani terus”
§           Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina (derogatory)
misalnya  “  pasien  yang  ini  mungkin  harapan  sembuhnya  lebih  kecil  dibanding  pasien yang tadi”
§           Menerima  sikap  kritis  klien  dan  mencoba  memahami  klien  dalam  sudut  pandang  klien (see  the  patient  point  of  view).  
Misalnya  perawat  tetap  bersikap  bijaksana  saat  klien menyatakan bahwa obatnya tidak cocok atau diagnosanya mungkin salah.

Pengertian Tanggung jawab perawat menurut ANA
Responsibility  adalah  :  Penerapan  ketentuan  hukum  (eksekusi)  terhadap    tugas-tugas  yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam Pengetahuan, Sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985). Menurut  pengertian  tersebut,  agar  memiliki  tanggung  jawab  maka  perawat  diberikan ketentuan  hukum  dengan  maksud  agar  pelayanan  perawatannya  tetap  sesuai  standar.  Misalnya hukum  mengatur  apabila  perawat  melakukan  kegiatan  kriminalitas,  memalsukan  ijazah, melakukan pungutan liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman (punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar hukum.

Pengertian Responsibility menurut Berten , (1993:133)
Responsibility : Keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan bebas untuk tidak. mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrosfektif atau prosfektif (Bertens, 1993:133).

Berdasarkan  pengertian  di  atas  tanggung  jawab  diartikan  sebagai  kesiapan  memberikan jawaban atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya bila perawat dengan sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa  persetujuan  klien  maka akan berdampak  pada  masa  depan  klien.  Klien  tidak akan  punya  keturunan  padahal  memiliki  keturunan  adalah  hak  semua  manusia.  Perawat  secara retrospektif harus bisa mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan perawat tersebut diangap benar menurut pertimbangan medis.

Jenis tanggung jawab perawat
Tanggung jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya)
2. Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat)
3. Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan   atasan)

Tanggung jawab perawat terhadap Tuhannya saat merawat klien
Dalam  sudut  pandang  etika  Normatif,  tanggung  jawab  perawat  yang  paling  utama  adalah tanggung  jawab  di  hadapan  Tuhannya.  Sesungguhnya  penglihatan,  pendengaran  dan  hati  akan dimintai  pertanggung  jawabannya  di  hadapan  Tuhan.  Dalam  sudut  pandang  Etik  pertanggung jawaban perawat terhadap Tuhannya terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini ;
§           Apakah perawat berangkat menuju tugasnya dengan niat ikhlas karena Allah ?
§           Apakah  perawat  mendo’akan  klien  selama  dirawat  dan  memohon  kepada  Allah  untuk kesembuhannya ?
§           Apakah perawat mengajarkan kepada klien hikmah dari sakit ?
§           Apakah perawat menjelaskan mafaat do’a untuk kesembuhannya ?
§           Apakah perawat memfasilitasi klien untuk beribadah selama di RS?
§           Apakah perawat melakukan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien?
§           Apakah perawat mengantarkan klien dalam sakaratul maut menuju Khusnul khotimah?

 Tanggung Jawab (Responsibility)perawat terhadap klien.
Tanggung  jawab  merupakan  aspek  penting  dalam  etika  perawat.  Tanggung  jawab  adalah kesediaan  seseorang  untuk  menyiapkan  diri  dalam  menghadapi  resiko  terburuk  sekalipun, memberikan  kompensasi  atau  informasi  terhadap  apa-apa  yang  sudah  dilakukannya  dalam melaksanakan tugas.  Tanggung jawab seringkali bersifat retrospektif, artinya selalu berorientasi pada perilaku perawat di masa lalu atau sesuatu yang sudah dilakukan. Tanggung jawab perawat terhadap klien berfokus pada apa-apa yang sudah dilakukan perawat terhadap kliennya. Perawat  dituntut  untuk  bertanggung  jawab  dalam  setiap  tindakannya  khususnya  selama melaksanakan  tugas  di  rumah  sakit,  puskesmas,  panti,  klinik  atau  masyarakat.  Meskipun  tidak dalam rangka tugas atau tidak sedang meklaksanakan dinas, perawat  dituntut untuk bertangung jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya.

Contoh  bentuk  tanggung  jawab  perawat  selama  dinas; 
mengenal  kondisi  kliennya, melakukan  operan,  memberikan  perawatan  selama  jam  dinas,  tanggung  jawab  dalam mendokumentasikan,  bertanggung  jawab  dalam  menjaga  keselamatan  klien,  jumlah  klien  yang sesuai dengan catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada klien pulang paksa atau pulang tanpa  pemberitahuan,  bertanggung  jawab  bila  ada  klien  tiba-tiba  tensinya  drop  tanpa sepengetahuan perawat. dsb. 

Tanggung jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar. Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan perawatan  (care) atau  memberikan  perawatan  (caring).  Tugas  perawat  bukan  untuk  mengobati (cure). Dalam pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi lain seperti dokter, farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang bukan tugas perwat seperti  pemberian  obat  maka  tanggung  jawab  tersebut  seringkali  dikaitkan  dengan  siapa  yang memberikan tugas tersebut atau dengan siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian obat  maka  perawat  harus  turut  bertanggung-jawab,  meskipun  tanggung  jawab  utama  ada pada pemberi  tugas  atau  atasan  perawat,  dalam  istilah  etika  dikenal  dengan  Respondeath  Superior. Istilah  tersebut  merujuk  pada  tanggung  jawab  atasan  terhadap  perilaku  salah  yang  dibuat bawahannya  sebagai  akibat  dari  kesalahan  dalam  pendelegasian.  Sebelum  melakukan pendelegasian  seorang  pimpinan  atau  ketua  tim  yang  ditunjuk  misalnya  dokter  harus  melihat pendidikan, skill, loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar tidak melakukan kesalahan dan bisa bertanggung jawab bila salah melaksanakan pendelegasian.

Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami tanggung  jawabnya.  Perawat  perlu  memahami  konsep  kebutuhan  dasar  manusia.  Konsep Kebutuhan dasar yang paling terkenal salah satunya menurut Maslow.

Berdasarkan  konsep  kebutuhan  dasar  tersebut,  perawat  memegang  tanggung  jawab  dalam memenuhi  kebutuhan  dasar  klien.  Perawat  diharapkan  memandang  klien  sebagai  mahluk  unik yang  komprehensif  dalam  memberikan  perawatan.  Komprehensif  artinya  dalam  memenuhi kebutuhan  dasar  klien,  tidak  hanya  berfokus  pada  pemenuhan  kebutuhan  fisiknya  atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. sebagai contoh ketika merawat  klien  fraktur  perawat  tidak  hanya  memenuhi  kebutuhan  istirahat,  rasa  nyaman  dan terhindar dari nyeri (sleep and comport need), tetapi memandang klien sebagai mahluk utuh yang berdampak  pada  gangguan  psikologisnya  seperti  cemas,  takut,  sedih,  terasing  sebagai  dampak dari fraktur, atau masalah-masalah sosial seperti (tidak bisa bekerja, rindu pada keluarga, terpisah dari teman, sampai masalah spiritual seperti berburuk sangka pada Allah, tidak mau berdo’a dan perasaan berdosa. 

Etika  perawat  melandasi  perawat  dalam  melaksanakan  tugas-tugas  tersebut.  Dalam pandangan etika keperawatan perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap-tugas-tugasnya  terutama  keharusan  memandang  manusia  sebagai  mahluk  yang  utuh  dan  unik.  Utuh artinya  memiliki  kebutuhan  dasar  yang  kompleks  dan  saling  berkaitan  antara  kebutuhan  satu dengan  lainnya,  unik  artinya  setiap  individu  bersipat  khas  dan  tidak  bisa  disamakan  dengan individu lainnya sehingga memerlukan pendekatan khusus kasus per kasus, karena klien memiliki riwayat  kelahiran,  riwayat  masa  anak,  pendidikan,  hobby,  pola  asuh,  lingkungan,  pengalaman traumatik, dan cita-cita yang berbeda. Kemampuan perawat memahami riwayat hidup klien yang berbeda-beda dikenal dengan Ability to know Life span History dan kemampuan perawat dalam memandang individu dalam rentang yang panjang dan berlainan dikenal dengan Holistic.

Tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat dan atasan
Ada  beberapa  hal  yang  berkaitan  dengan  tanggung  jawab  perawat  terhadap  rekan  sejawat atau atasan. Diantaranya adalah sebagai berikut : 
§           Membuat  pencatatan  yang  lengkap  (pendokumentasian)  tentang  kapan  melakukan  tindakan keperawatan,  berapa  kali,  dimana  dengan  cara  apa  dan  siapa  yang  melakukan. 
Misalnya perawat  A  melakuan  pemasangan  infus  pada  lengan  kanan  vena  brchialis,  dan  pemberian cairan  RL  sebanyak  5  labu,  infus  dicabut  malam  senin    tanggal  30  juni  2007  jam  21.00. keadaan  umum  klien Compos  Mentis,  T=120/80  mmHg,  N=80x/m,  R=28x/m S=37C.kemudian dibubuhi tanda tangan dan nama jelas perawat.
§           Mengajarkan  pengetahuan  perawat  terhadap  perawat  lain  yang  belum  mampu  atau  belum mahir  melakukannya. 
Misalnya  perawat  belum  mahir  memasang  EKG  diajar  oleh  perawat yang  sudah  mahir.  Untuk  melindungi  masyarakat  dari  kesalahan,  perawat  baru  dilatih  oleh perawat  senior  yang  sudah  mahir,  meskipun  secara  akademik  sudah  dinyatakan  kompeten tetapi kondisi lingkungan dan lapangan seringkali menuntut adaptasi khusus.
§           Memberikan  teguran  bila  rekan  sejawat  melakukan  kesalahan  atau  menyalahi  standar.
Perawat  bertanggung  jawab  bila  perawat  lain  merokok  di  ruangan,  memalsukan  obat, mengambil barang klien yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di luar  prosedur  resmi,  melakukan  tindakan  keperawatan  di  luar  standar,  misalnya  memasang NGT tanpa menjaga sterilitas.
§           Memberikan  kesaksian  di  pengadilan  tentang  suatu  kasus  yang  dialami  klien.  Bila  terjadi gugatan  akibat  kasus-kasus  malpraktek  seperti  aborsi,  infeksi  nosokomial,  kesalahan diagnostik, kesalahan pemberian obat, klien terjatuh, overhidrasi, keracunan obat, over dosis dsb.  Perawat  berkewajiban  untuk  menjadi  saksi  dengan  menyertakan  bukti-bukti  yang memadai. 


TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY)
Acountability : The Nurse participates in making decisions and learns to live with these decisions (Barbara Kozier, Fundamental of Nursing 1983:7, 25, ). Means being answerable Nurses have to be answerable for all their professional activities. They must be able to explain their professional action and accept responsibility for them. Three question naturally arise
§           To whom the nurse accountable?
§           For what the nurse accountable?
§           By what criteria is accountable measured ?

Akontabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan  belajar  dengan  keputusan  itu  konsekuensi-konsekunsinya.  Perawat  hendaknya  memiliki tanggung  gugat  artinya  bila  ada  pihak  yang  menggugat  ia  menyatakan  siap  dan  berani menghadapinya.  Terutama  yang  berkaitan  dengan  kegiatan-kegiatan  profesinya.  Perawat  harus mampu  untuk  menjelaskan  kegiatan  atau  tindakan  yang  dilakukannya.  Hal  ini  bisa  dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
§           Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan?
§           Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
§           Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?

Kepada Siapa Tanggung Gugat Itu Ditujukan
Sebagai tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, sedangkan sebagai pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai profesional  perawat  memilki  tanggung  gugat  terhadap  ikatan  profesi  dan  sebagai  anggota team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai contoh perawat memberikan injeksi terhadap klien. Injeksi ditentukan berdasarkan advis dan kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya dari tindakan dan pengobatan yang diberikan  yang  harus  dibayarkan  ke  pihak  rumah  sakit.  Dalam  contoh  tersebut  perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya. 

Apa Saja Dari Perawat Yang Dikenakan Tanggung Gugat?
Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya mulai dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang. Hal ini bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.

Dengan Kriteria Apa Saja Tangung Gugat Perawat Diukur Baik Buruknya?
Ikatan  perawat,  PPNI  atau  Asosiasi  perawat  atau  Asosiasi  Rumah  sakit  telah  menyusun standar  yang  memiliki  krirteria-kriteria  tertentu  dengan  cara  membandingkan  apa-apa  yang dikerjakan  perawat  dengan  standar  yang  tercantum.baik  itu  dalam  input,  proses  atau outputnya. 
Misalnya  apakah  perawat  mencuci  tangan  sesuai  standar  melalui  5  tahap  yaitu mencuci kuku, telapak tangan, punggung tangan, pakai sabun di air mengalir selama 3 kali dsb. 


MASALAH ETIK DAN MORAL DALAM KEPERAWATAN
Menurut Rosdahal, 1999: 45-46, masalah isu etik dan moral yang sering terjadi dalam praktek keperawatan professional meliputi : Organ transplantation (transplantasi organ). Banyak  sekali  kasus  dimana  tim  kesehatan  berhasil  mencangkokan  organ  terhadap  klien  yang membutuhkan.  Dalam  kasus  tumor  ginjal,  truma  ginjal  atau  gagal  ginjal  CRF  (chronic  Renal Failure),  ginjal  dari  donor  ditransplantasikan  kepada  ginjal  penerima  (recipient).  Masalah  etik yang muncul adalah apakah organ donor bisa diperjual-belikan?, bagaimana dengan hak donor untuk  hidup  sehat  dan  sempurna,  apakah  kita  tidak  berkewajiban  untuk  menolong  orang  yang membutuhkan padahal kita bisa bertahan dengan satu ginjal. Apakah si penerima berhak untuk mendapatkan organ orang lain, bagaiman dengan tim operasi yang melakukanya apakah sesuai dengan  kode  etik  profesi?,  bagaimana  dengan  organ  orang  yang  sudah  meninggal,  apakah diperbolehkan  orang  mati  diambil  organnya?.  Semua  penelaahan  donor  organ  harus  diteliti dengan kajian majelis etik yang terdiri dari para ahli di bidangnya. Majelis etik bisa terdiri atas pakar terdiri dari dokter, pakar keperawatan, pakar agama, pakar hukum atau pakar ilmu sosial.  Secara medis ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut. Diantaranya adalah memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok antara Donor dan resipien, tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan antibodi oleh resipien, harus dipastikan apakah  sirkulasi,  perfusi  dan  metabolisme  organ  masih  berjalan  dengan  baik  dan  belum mengalami  kematian  (nekrosis).  Hal  ini  akan  berkaitan  dengan  isu  mati  klinis  dan  informed consent.  Perlu  adanya  saksi  yang  disahkan  secara  hukum  bahwa  organ  seseorang  atau keluarganya  didonorkan  pada  keluarga  lain  agar  dikemudian  hari  tidak  ada  masalah  hukum. Biasanya ada sertifikat yang menyertai bahwa organ tersebut sah dan legal. Pada kenyataannya perangkat  hokum  dan  undang-undang  mengenai  donor  organ  di  Indonesia  belum  selengkap  di luar  negeri  sehingga  operasi  donor  organ  untuk  klien  Indonesia  lebih  banyak  dilakukan  di Singapur, China atau Hongkong.

Menurut  Cholil  Uman  (1994),  Pencangkokan  adalah  pemindhan  organ  tubuh  yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsidengan baik, yangapabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa. Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe donor organ tubuh ;
(1)          Donor  dalam  keadaan  hidup  sehat  :  tipe  ini  memerlukan  seleksi  yang  cermat  dan pemeriksaan  kesahatan  yang  lengkap,  baik  terhadap  donor  maupun  resipien  untuk menghindari kegagalan karena penolakan trubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko bagi donor.
(2)          Donor  dalam  keadaan  koma  atau  diduga  akan  meninggal  dengan  segera:  Untuk  tipe  ini pengambilan  organ  donor  memerlukan  alat  control  kehidupan  misalnya  alat  bantu pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai. Penentuan criteria mati secara yuridis dan medis harus jelas. Apakah criteria mati itu ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan atau berhentinya fungsi otak?, masalah etik ini harus jelas menjadi pegangan dokter agar di kemudian hari dokter tidak digugat sebagai pembunuh berencana oleh keluarga bersangkutan sehubungan dengan praktek transplantasi itu.
(3)          Donor  dalam  keadaan  mati;  Tipe  ini  merupakan  tipe  yang  ideal, sebab  secara  medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis.

Dalam  pandangan  etik  normatik  (yang  bersumber  dari  agama),  transplantasi  organ  tubuh termasuk  masalah  ijtihad,  karena  tidak  terdapat hukumnya  secara  eksplisit  dalam  Al-Qur’an dan  Sunah.  Masalah  ini  termasuk  masalah  kompleks  yang  harus  ditangani  oleh multidisipliner  (kedokteran,  biologi,  hokum,  etika,  agama). 

Pandangan  keperawatan  Islam terhadap tipe 1 dimana donor dalam keadaan hidup sehat seperti mata, ginjal, jantung, kornea mata,  sangat  dilarang  hal  ini  sesuai  dengan  firman  Allah  surat  Al-baqarah  ayat  195  “  dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. “ menghindari kerusakan harus didahulukan daripada mengambil kemanfaatan”. Artinya menolong orang dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yabg berakibat fatal bagi dirinya tidak diperbolehkan.

Pandangan keperawatan islam terhadap donor tipe 2 ; apabila pencangkokan pada mata, ginjal, jantung, dari donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal, hal ini juga dilarang karena  ia  telah  membuat  mudarat  kepada  donor  yang menyebabkan  mempercepat kematiannya. Hal ini sesuai dengan Hadit Riwayat malik :  “Tidak boleh, membuat mudarat pada dirinya dan tidak boleh membikin mudarat pada orang lain”.

Apabila  pencangkokan  mata,  ginjal  atau  jantung  dari  donor  yang  telah  meninggal  atau tipe 3, secara yuridis dan klinis, maka Islam membolehkan dengan syarat : 
1.        Resipien  (penerima  organ)  berada  dalam  keadaan  darurat  yang  mengancam  dirinya setelah menempuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2.        Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
3.        Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk memperjual-belikan

Determination Of Clinical Death (Perkiraan Kematian Klinis)
Masalah etik yang sering terjadi adalah penentuan meninggalnya seseorang secara klinis. Banyak kontroversi ciri-ciri dalam menentukan mati klinis. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan organ-organ  klien  yang  dianggap  sudah  meninggal  secara  klinis.  Menurut  rosdahl  (1999),  criteria kematian klinis (brain death) di beberapa Negara Amerika ditentukan sebagai berikut : 
§           Penghentian nafas setlah berhentinya pernafasan artificial selama 3 menit (inspirasi-ekspirasi)
§           Berhentinya denyut jantung tanpa stikulus eksternal
§           Tidak ada respon verbal dan non verbal terhadap stimulus eksternal
§           Hilangnya refleks-refleks (cephalic reflexes)
§           Pupil dilatasi
§           Hilangnya fungsi seluruh otak yang bisa dibuktikan dengan EEG

Quality Of Life (Kualitas Dalam Kehidupan)
Masalah  kulitas  kehidupan  sering  kali  menjadi  masalah  etik.  Hal  ini  mendasari  tim  kesehatan untuk mengambil keputusan etis. Apakah seorang klien harus mendapatkan intervensi atau tidak. Sebagai  contoh  bagaiamana  bila  di  suatu  tempat  tidak  ada  donor  yang  bersedia  dan  tidak  ada tenaga ahli yang dapat memberikan tindakan tertentu?. Siapa yang berhak memutuskan tindakan keperawatan  pada  klien  yang  mengalami  koma.  Siapa  boleh  memutuskan  untuk  menghentikan resusitasi?,  Beberapa  hal  berikut  dapat  dijadikan  pertimbangan  misalnya  apabila  klien  sudah mampu  untuk  bekerja,  apabila  klien  sudah  berfungsi  secara fisik,  berdasarkan  usia,  berdasarkan mafaat  terhadap  masyarakat,  berdasarkan  kepuasaan  atau  kegembiraan  klien,  kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, pendapat keluarga klien terdekat atau penanggung jawab klien. 

Contoh  kasus 
apakah  klien  TBC  tetap  kita  bantu  untuk  minum  obat  padahal  ia  masih mampu untuk bekerja?, kalau ada dua klien bersamaan yang membutuhkan satu alat siapa yang didahulukan ?, Apabila banyak klien lain membutuhkan alat tetapi alat tersebut sedang digunakan oleh  klien  orang  kaya  yang  tidak  ada  harapan  sembuh    apa  yang  harus  dilakukan  perawat  ?,

apabila  klien  kanker  merasa  gembira  untuk  tidak  meneruskan  pengobatan  bagaiaman  sikap perawat?,  Bila  klien  harus  segera  amputasi  tetapi  klien  tidak  sadar  siapakah  yang  harus memutuskan?.

Ethical Issues In Treatment (Isu Masalah Etik Dalam Tindakan Keperawatan)
Apabila ada tindakan yang membutuhkan biaya besar apakah tindakan tersebut tetap dilakukan meskipun klien tersebut tidak mampu dan tidak mau ?, apabila tim kesehatan yang memutuskan maka hal ini dikenal dengan mencari keuntungan atau berbuat kerusakan (Beneficience), Apabila klien  yang  memutuskan  maka  hal  ini  mungkin  termasuk  hak  otonomi  klien    (autonomy), dapatkah klien menolak sesuatu. Masalah-masalah etik yang sering muncul seperti :
§           Klien  menolak  pengobatan  atau  tindakan  yang  direkomendasikan  (refusal  of treatment) misalnya menolak fototerapi, menolak operasi, menolak NGT, menolak dipasang kateter.
§           Klien  menghentikan  pengobatan  yang  sedang  berlangsung       (withdrawl  of  treatment ) misalnya DO berobat pada TBC, DO kemoterapi pada kanker
§           Witholding  treatment  misalnya  menunda  pengobatan  karena  tidak  ada  donor atau keluarga menolak misalnya transplantasi ginjal aatau cangkok jantung.

Euthanasia (Masalah Mengakhiri Kehidupan Dengan Maksud Menolong)
Euthanasia sering disebut dengan  “Mercy Killing” yang diartikan sebagai sutu cara mengambil kehidupan klien untuk menghentikan penderitaan yang dihadapi klien tersebut. Hal ini dapat pula diartikan  sebagai  proses  pengunduran  diri  atau  menghentikan  intervensi  tertentu  dalan  keadan kritis  dengan  maksud  untuk  mengurangi  penderitaan  klien.  Terminology  lain  yang  digunakan adalah “assited suicide” dimana pandangan hukum di Negara barat terhadap kasus ini berbeda-beda.

Di Indonesia euthanasia Killing mutlak tidak diperbolehkan dengan alasan apapun.  Sebenaranya dalam pandangan etika normatif, kelahiran, kematian, jodoh, rezeki adalah ketetapan Allah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat  Al-Baqarah (2) : 28
“Mengapa  kamu  ingkar  kepada  Allah,  padahal  kamu  tadinya  benda  mati,  lalu  Allah  menghidupkanmu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, selanjutnya kepada-Nya lah kamu dikembalikan

As-Sajdah (32) : 9
“Lalu  disempurnakan-Nya  kejadiannya,  ditiupkan-Nya  ruh  ciptaan-Nya  kepada  tubuh  dan dilengkapi-Nya  kamu  dengan  pendengaran,  penglihatan  dan  pemikiran.  Namun  sedikit  sekali kamu yang bersyukur”

Dalam pandangan etika normative, Masalah kematian dan hidup manusia telah diprogram oleh Allah. Manusia asalnya segumpal darah kemudian berubah sebagai janin hidup dalam kandungan ibu  sampai  mencapai  waktu  lahir  (36/ 37  minggu).  Kemudian  Allah  menetapkan  kelahirannya. Selanjutnya  dipelihara  dan  dibesarkan  (diberi  rizki)  oleh  Allah,  ditetapkan  jodohnya  menjadi orang tua menuju kematian. Melakukan bunuh diri atau mengakhiri hidup di luar ketentuan Allah adalah dosa besar yang bertentangan dengan etika formal dan etika normatif.



Masalah Etik Secara Umum
Menurut Taylor (1997), masalah etik yang sering terjadi secara umum dapat dibagai menjadi tiga
kelompok
1.        Masalah Etik Perawat-Klien (Nurses And Clients)
§       Paternalism (masalah budaya paternal)
Masalah etik perawat klien sering terjadi karena faktor paternalism. Misalnya pada saat klien harus  diisolasi  atau  dilakukan  restrain  terjadi  konflik  karena  klien  lansia  menolak  untuk didampingi  perawat. padahal keluarnya klien dari kamar dianggap mengancam jiwa dan dan keselamatan fisiknya. Tetapi dalam hal ini perawat menganggap penghormatan kepada klien sebagai orang tua adalah lebih utama terutama dalam budaya paternalistik.
§       Deception (membohongi klien)
Misalnya pada saat klien post op bertanya kepada siwa tentang siapa yang akan memberikan injeksi intramuscular penghilang sakit, maka siswa menjadi cemas karena hal ini pertama kali ia lakukan. Tetapi perawat mengatakan bahwa siswa tersebut sering melakukan injeksi pada klien post op.
§       Confidentiality (masalah kepercayaan klien)
Klien  menangis  dan  menyatakan  bahwa  ia  sudah  tidak  punya  uang  untuk  membayar pengobatan karena ia masuk RS dibawa polisi, apabila perawat percaya dan menolong klien untuk  membebaskan  dari  biaya  pengobatan  apakah  ini  sesuai  dengan  kaidah  etik?,  kalau perawat membiarkan tidak menolong apapakah sesuai dengan kaidah etik ?
§       Allocation of Scarce Nursing resources (masalah membagi perhatian perawat)
Saat dinas pagi jam 13.00 perawat sedang sibuk memasang infus klien dehidrasi berat dan memberikan  injeksi  Sulfas  atropine  tiap  15  menit  kepada  klien  keracunan  pestisida.  Saat bersamaan  datang  klien  Ca  mammae  kesakitan  dan klien  serangan  jantung,  kepada  klien manakah tenaga dan pikiran perawat di fokuskan? 
§       informed consent (masalah pemberian informasi pada klien)
Seorang  dokter  residen  menganjurkan  perawat  untuk  segera  menyuntikan  analgetik  pada spinal  klien  karena  klien  sangat  kesakitan,  sementara  dokter  tersebut  sedang sibuk melakukan  punksi  pada  tulang  belakang  klien,  apakah  perawat  akan  melakukan  ini  tanpa memberikan informed consent terlebih dahulu ?
§      Conflicts  betweent  the  client’s  and  nurses’s  interest  (Masalah  konflik  klien  dan  tata  nilai perawat)
Saat perawat melakukan test HIV AIDs pada klien, perawat menolak karena ia sedang hamil dan takut bayinya tertular HIV AIDs.
           






2.        Masalah Etik Perawat-Dokter (Nurses And Physicians)
§      Disagreement  about  proposed  medical  regiment  (Tidak  setuju  dengan  pengobatan  yang disarankan dokter)
Dalam  pengalaman  klien  bahwa  obat  penicillin  yang  diresepkean  dokter  seringkali menimbulkan alergi pada sebagaian besar klien, saat dokter memberikan terapi yang sama maka perawat menolak memberikan karena biasanya klien akan komplain kepada perawat.
§      The nurse Role conflicts (Konflik masalah peran dan fungsi perawat)
Di balai pengobatan perawat biasa melakukan sirkumsisi, operasi kecil dan pemberian cairan infuse, padahal menurut undang-undang kesehatan dokter mengklaim bahwa tindakan tersebut hanya  boleh  dilakukan  oleh  dokter.  Padahal  dokter  jarang  ada  di  tempat  saat  terapi  harus diberikan.
§      Physician incompetence (Dokter yang tidak kompeten)
Dalam suatu Rumah Sakit ditempatkan seorang dokter yang belum mahir mengambil darah dan  memasang  infus,  hal  ini  menyebabkan ketidak nyamanan  pada  klien.  Dalam  kasus  lain dokter  bedah  baru  menyebabkan  lambannya  proses  operasi  sehingga  klien  mengajukan komplain kepada perawat. 

3.        Perawat Dengan Institusi Dan Kebijakan Public (Nurses And Institusional, Public Policy)
§      Short staffing (terbatasnya tenaga perawat)
Terbatasnya  tenaga  perawat  di  puskesmas  pembantu  atau  di  wilayah  terpencil menyebabkan  perawat  melakukan  semua  aktivitas  sendirian,  mulai  dari  anamnesa, diagnosa, pengobatan, perawatan, rehabilitasi sampai penyuluhan. 
§      Healthcare rationing (rasio tenaga keshatan)
Terbatasnya  tenaga  kesehatan  menyebabkan  terbatasnya  pelayanan  perawat  kepada masyarakat daerah terpencil, terutama bila terjadi wabah atau bencana alam, di sisi lain peran perawat untuk menjamin kesehatan masyarakat harus dilaksanakan secara optimal 

4.        Masalah Etik Perawat Dengan Komisi Etik (Nuses And Ethics Committees)
Fungsi komisi etik adalah untuk pendidikan, membuat keputusan, melakukan peninjauan kasus,  dan  sebagai  konsultasi  atau  rujukan  akhir.  Komisi  ini  sangat  penting  sebab beranggotakan  para  ahli  dari  berbagai  disiplin  ilmu  dan  ahli  di  bidangnya  masing-masing. mereka  memilki  kemampuan  untuk  berdiskusi  dan  melakukan  sharing.  Banyak peran  perawat  sebagai  client  advocate  bersuara  secara  unik  dalam  forum  ini  dengan maksud untuk membela kepentingan klien.  






Referensi :
Barbara kozier, 1983, Fundamental of nursing
Bertens, 1993, Etika

Lucie  Young  Kelly,  1981,  Dimension  of  professional  Nursing,  fourth  edition,  Macmillan publishing London

Caroline  Bunker  Rosdahal,  1999,  Text  Book  of  Basic  Nursing,  Lippincot,  Philadelphia, Newyork, Baltimore

Cholil  Uman,  1994,  Agama menjawab  tentang  berbagai  masalah  Abad  modern,  Ampel  Suci, Surabaya

Taylor, Lilis, LeMone, 1997, fundamental of nursing the Art and Sciences of Nursing care, Lippincott Philade